Wednesday 27 January 2016

Caringin Tilu, Antara Mitos dan Eksotisme Alam

Caringin Tilu, tempat wisata alam yang masih cukup asing di telinga warga Bandung ini  berada di kawasan Kampung Cisayur Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Arahnya dari Terminal Cicaheum Bandung belok kiri ke Jalan Padasuka dari arah Bandung kota. Untuk  sampai di Caringin Tilu yang jaraknya sekitar 5 km dari Cicaheum kuncinya hanya satu, ikuti saja alur jalan yang berkelok dan menanjak, maka sekitar 20 menit kemudian sampailah kita di puncak tertinggi di Kecamatan Cimenyan itu.
Cartil begitulah  tempat ini biasa disebut, berasal dari singkatan Caringin Tilu. Cartil dibuka menjadi tempat wisata mulai tahun 2002 itu memiliki keindahan alam yang masih sangat asli. Awal dibuka sebagai obyek wisata, hanya terdapat tiga orang penjual makanan. Namun, kini semakin ramai dengan berdirinya 25 saung dengan berbagai varian makanan yang disediakan.
Nama Caringin Tilu (dalam Bahasa Sunda) berarti tiga beringin diambil dari keberadaan tiga pohon beringin di daerah ini.  Tiga pohon dengan umur ratusan tahun kini hanya tersisa satu pohon, karena satu pohon tumbang, dan satu pohon lagi mati kering. Untuk melestarikan keidentikan nama tempat ini dengan keberadaan pohon beringin maka warga masyarakat di sekitar Cartil menanam dua pohon beringin sebagai pohon pengganti.
Di atas tempat ini ada makam leluhur yang diyakini keramat oleh warga sekitar. Selain itu mitos berkembang lagi dengan adanya kejadian yang dihubungkan dengan kematian dua pohon beringin atau caringin saat kekalahan salah satu partai yang berlambangkan beringin pada pemilihan umum.
Daratan tinggi Cartil yang memiliki keindahan alam sangat alami ini, akan membawa kita pada rasa nyaman dan damai melihat harmonisasi alam yang terhampar luas di depan mata kita. Ciptaan Allah berupa keindahan alam dapat kita lihat telanjang menyampaikan pesan kepada kita untuk tetap menjaga kelestariannya. Kita dapat mengamati kota Bandung yang terletak di bawah daratan Cartil dengan sangat leluasa. Pemandangan kota Bandung di malam hari dilihat dari Cartil laksana lautan hitam yang bertebaran beribu bintang berasal dari ribuan lampu penduduk.
Cartil mulai mendapat perhatian dari pemerintah setempat berupa perbaikan dan pelebaran jalan dengan mulai meningkatnya minat wisatawan terhadap tempat ini. Setiap weekend tiba, pengunjung pun membludak. Hal tersebut tentu memberi keuntungan yang besar bagi para pedagang yang tidak lain adalah masyarakat pribumi sendiri. Dengan keberadaan Cartil, masyarakat pribumi memperoleh tambahan penghasilan dari hasil berjualan makanan.
Kala itu, di pagi yang indah saat sang surya telah memancarkan sinar kehidupannya, Endut Sukmana(40) tengah membantu istrinya, menyiapkan dagangan di Cartil. Untuk ukuran pedagang, Endut adalah salah satu pedagang yang sukses berjualan di obyek wisata Cartil. “Kalau hari-hari biasa dapat pemasukkan sekitar dua ratus ribu ke atas, kalau Sabtu Minggu bisa mencapai satu juta ke atas,” ujar Endut.
Endut Sukmana (40) salah satu pedagang sekaligus pengelola di Caringin Tilu.
Endut yang juga merangkap sebagai petugas kawasan wisata Caringin Tilu mengungkapkan para pedagang di Cartil menumpang pada tanah orang untuk mendirikan saung makanannya. Pemilik tanah tersebut adalah orang keturunan Cina dan tidak menerapkan pajak sewa untuk pendirian saung tersebut.
Setiap tahun baru tiba, Caringin Tilu adalah salah satu obyek wisata yang dipenuhi pengunjung, bahkan sampai menyebabkan kemacetan. “Pengunjung ingin melihat indahnya kembang api dari atas gunung,” ujar Endut.
Keramaian pada malam tahun baru biasanya sampai pukul 01.00 WIB. Selain karena keindahan tempatnya, pengunjung mendatangi Caringin Tilu karena tidak dikenakan biaya tiket masuk seperti tempat wisata pada umumnya. “Para pengunjung cukup membayar biaya parkir saja,” ujar Endut.
Menanggapi persaingan dengan pedagang lain yang berjualan di Caringin Tilu, Endut menjawabnya dengan santai, “Persaingan itu tergantung peminat pengunjung ingin makan di warung yang mana.”
Dibalik perkembangan Cartil, selentingan yang beredar mengatakan bahwa Cartil sering dijadikan tempat untuk berbuat mesum(tidak senonoh oleh pasangan di luar nikah). Endut dengan tegas membantah hal tersebut. Ia yang sudah berjualan sejak 2002 belum pernah menemui kasus tersebut. Kalau pun ada orang-orang yang pacarannya keterlaluan di kawasan tersebut, pemilik warung langsung menegur, “Kecuali mungkin di tempat-tempat yang sepi yang tidak kita tahu, tapi sejauh ini tidak ada,” ujar Endut.
Sangsang (55), Ketua RT 03 Desa Cimenyan saat menuturkan pendapatnya tentang dampak Caringin Tilu terhadap warga sekitar.
Kehadiran objek wisata baru Cartil dirasa positif bagi warga masyarakat desa Cimenyan dan sekitarnya. Bermunculannya pedagang-pedagang di pinggir jalan ternyata menambah penghasilan tersendiri bagi warga.  Seperti yang diungkapkan Sangsang, ketua Rt 03. Lelaki berumur 55 tahun ini menyatakan setuju dengan adanya objek wisata Cartil. “Setuju saja. Karena bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Kan jadi ada yang berdagang. Bisa menambah penghasilan,” katanya.
Ketika ditanya mengenai sampah-sampah yang bisa mengotori lahan perkebunan warga, lelaki yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini menyatakan warga masyarakat sudah biasa membakar sampah-sampah bekas yang sering dibuang sembarangan oleh para pengunjung. “Kondisi dulu dan sekarang kan berbeda. Kalau dulu setiap bungkus makanan itu dari daun-daunan, sekarang mah  semua dari plastik. Jadi harus dibakar. Kalau tidak begitu nanti bisa longsor,” tandasnya.
Caringin Tilu ramai dikunjungi saat akhir pekan atau perayaan tahun baru. Sabtu ini sebuah keluarga kecil juga memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan mereka dengan mengunjungi Cartil. Iskandar (30) ditemani sang istri, Nurhayati (31) dan anak semata wayang mereka yang masih berumur dua tahun, Raisa, juga menikmati keindahan Cartil. Ketika matahari pagi masih berada di ufuk timur, keluarga kecil ini tengah menikmati udara pagi dengan sarapan mie telur yang masih mengepulkan asapnya ke udara di sekeliling mangkok. “ Kesini mengasuh anak, sekalian mampir dan istirahat makan di sini,” ujar Iskandar.

Iskandar (30), Nurhayati (31), dan Raisa (2) sedang menikmati wisata di Caringin Tilu.
Keluarga muda ini juga menilai Cartil ini sebagai objek wisata baru yang memiliki konsep sama dengan Puncrut. “Cartil ini baru. Akses jalan menuju Cartil juga baru. Saya berharap tahun depan Cartil ini semakin bagus,” kata alumnus Unisba ini. Keluarga ini memang sering berkunjung ke tempat wisata di Bandung dan sekitarnya. Untuk masalah kebersihan, mereka menilai kebersihan di Cartil sudah cukup terjaga.***

No comments: