Friday 29 January 2016

******Jatinangor Masa Silam*****


******Jatinangor Masa Silam*****


Jatinangor adalah kawasan yang hingga masa kini memiliki beberapa jejak masa silam yang menarik untuk di ketahui. Layaknya kota Bandung, Jatinangor juga meninggalkan beberapa peningglan khas Belanda.
Salah satunya adalah bangunan yang kini di pakai sebagai gedung rektorat Unwim di jalan Winaya Mukti. Bangunan ini seperti gedung-gedung yang dibuat pada awal abad XX, menggunakan atap yang mencirikan bangunan tradisional Indonesia dan menggunakan teknologi bangunan gaya Eropa. Gaya semacam ini disebut Indo-Eropeesche Architectuur Stiijl.
Karena curah hujan yang tinggi dan sinar matahari yang terik, penggunaan atap sangat diperlukan sebagai fungsi pelindung selain sebagai suatu hiasan. Bentuk atap seperti inilah yang kemudian memberi inspirasi pada gaya gedung-gedung di Unpad, Unwim, Ikopin, dan Bandung Giri Gahana (BGG).
Di sebelah gedung rektorat Unwim, terdapat sebuah menara yang dibuat dengan gaya romantik dengan hiasan-hiasan di empat sisinya. Menurut penduduk di sekitar Jatinangor, menara itu adalah menara sirine dan jam yang memberi waktu bagi penyadap karet Cultuur Ondernemingen Van Maatschapaij Baud untuk memulai bekerja dan mengambil mangkok lateks yang sudah penuh. Menara itu kini berusia sekitar 160 tahun.
Cultuur Ondernemingen Van Maatschapaij Baud didirikan pada tahun 1841, milik Baron Baud, seorang berkebangsaan Jerman yang menginvestasikan modalnya besama swasta Belanda. Rumah Baron Baud, pemilik perkebunan Jatinangor dan emplasemennya, dahulu terletak disebelah utara menara dan oleh penduduk disebut Loji.
Seratus meter disebelah barat terdapat dua nisan yang tidak bernama dibawah pohon kihujan, pohon mahoni, dan cemara yang berusia lebih dari 90 tahun. Itulah makam Baron Baud pendiri Onderneming dan Putrinya yang bernama Memosa. Menurut cerita, Baud menikah dengan Nyai dari Bogor bernama Ibu Inciah yang makamnya hilang dibawah gedung Ikopin sekarang.
Disebelah timur kampus Unpad tepatnya disebrang kampus Fikom, terdapat jembatan kereta api kerajaan Belanda SS (Staat Spoorwegen).
Jalur transportasi kereta api yang menghubungkan Bandung-Jatinangor-Tanjungsari tersebut mulanya digunakan untuk membawa hasil perkebunan. Saat ini jembatan yang dikenal dengan nama jembatan Cincin tersebut digunakan oleh masyarakat untuk membawa barang-barang keperluan sehari-hari dan jalan bagi mahasiswa yang kost di sekitar Cikuda untuk menuju kampus Unpad. Beberapa mahasiswa memanfaatkan jembatan itu untuk rapelling.
Jatinangor Sebagai Pusat Pendidikan
Jatinangor, sejak tahun 1987 ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat menjadi kawasan pendidkan. Lahan bekas perkebunan karet yang luasnya 962 hektar ini, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 593/3590/1987 di ubah fungsinya menjadi kota pendidkan tinggi. Kota Tsukuba di Jepang menjadi acuan pengembangan kawasan ini.
Usulan menjadikan Jatinangor sebagai kota perguruan tinggi yang semakin marak. Sampai tahun 1980 misalnya, di Bandung sudah terdapat 16 Universitas, Institut, dan perguruan tinggi, 25 akademi, dan 15 lembaga penelitian, dengan jumlah mahasiswa mencapai 60.128 orang.
Oleh karena alasan itulah, kegiatan pendidikan sejumlah perguruan tinggi di pindahkan ke Jatinangor, yang dilakukan bertahap mulai tahun 1992. Alokasi penggunaan lahan bekas perkebunan karet itu antara lain untuk STPDN 200 ha, Ikopin 28 ha, Unwim 53 ha, dan Unpad 175 ha. Selain itu disiapkan pula lapangan golf seluas 170 ha, kebun binatang 177 ha, tanah perkemahan Pramuka 66 ha, tanah cadangan 47 ha, dan kawasan konservasi.
Sejarah Kereta Api
Selain kebun teh milik tuan Baron, Jatinangor juga terkenal karena keberadaan kereta api. Trayeknya yaitu Rancaekek-Jatinangor-Tanjung Sari. Di Jatinangor stasiunnya terletak di tempat yang sekarang menjadi Dinas Pendidikan, seberang warung Kalde, sayangnya, kenangan yang masih ada hingga saat ini hanya tangganya saja.
Menurut buku Wajah Bandoeng Tempo Dulu, jalur KA tersebut diresmikan pada 23 Februari 1918, dan diurus oleh SS (Staats Spoorwegar) perusahaan kereta api zaman Belanda. Rutenya yaitu stasiun Rancaekek, memotong jalan mobil di Cipacing, masuk Cipacing, lalu masuk ke jalan mobil dekat kampung Caringin, Cikuda, Jembatan Caringin, Cileles, dan Tanjung Sari. Sayangnya rutenya ini tidak melewati Sumedang, awalnya memang pernah direncanakan, tetapi permasalahan ada di kawasan Cadas Pangeran. Jurang dan cadasnya terlalu curam sehingga tidak cocok untuk dijadikan jalan rel kereta api.
Dari Rancaekek tidak terus ke Bandung, kalau mau langsung ke Bandung harus ganti kereta. Bekas rel kereta disebutnya tanah SS. Sekarang sudah tidak terlihat bekas-bekas adanya rel kereta api, karena lahan tersebut sudah dijadikan kebun atau malah sudah dijadikan bangunan,
“Kalau di Tanjung Sari ada desa yang namanya Desa SS, asal muasalnya ya dari sana juga. Tempatnya dekat dengan alun-alun. Halte Tanjung Sari adanya di sebelah Utara Jembatan. Jembatan itu juga dilewati oleh rel,” tambah Surpiatna.
Menurut Bah Idik, seorang teman lama Surpiatna, pemberhentian kereta api itu berada di Tanjung Sari. Jam pertama adalah jam lima subuh, jalannya dari Tanjung Sari tiba di Jatinangor jam lima seperempat, sampai ke Rancaekek setengah enam kurang. Jalan keduanya jam enam, jalan dari Rancaekek, sampai di Jatinangor jam enam lewat sedikit. Sampai ke Tanjung Sari jam setengah tujuh. Jam ketiganya jam tujuh dari Tanjung Sari, dan begitulah bolak-balik. Tengah hari baru istirahat. Setelah itu jam lima sore dari rancaekek ke Tanjung Sari. Jalur kereta api ini, sangat besar bantuannya bagi pemerintah dan masyarakat, baik yang mau pergi ataupun bagi yang mau usaha.
Dulu tidak ada penumpang yang tidak kebagian duduk, karcis yang dijual selalu karcis duduk. Yang ketahuan tidak membeli karcis dihukum tanpa ampun.

No comments: